Tuesday, September 24, 2013

Goodbye My Dear Paps....

Pa....

Papa... benarkah engkau telah tiada? Benarkah engkau telah meninggalkan kami selama-lamanya? Kenapa begitu cepat Pa....

Tepat di hari minggu, seminggu yang lalu. Engkau mengajak aku dan cucu-cucumu menengok satu-satunya adikmu yang berada di Jakarta, mb Tuti. Engkau berkata, ‘main ke mb Tuti yuk, kita makan siang disana. Mb Tuti masak pecel enak’ dan setelahnya engkau ingin main ke rumah anakmu yang satu lagi, mas Doni. Sejak pagi hingga malam seharian engkau bersama keluarga yang engkau sayang. Engkau terlihat begitu gembira. Bercanda, mengobrol dan bermain dengan cucu-cucumu. Engkau terlihat begitu senang Pa.

Apakah saat itu engkau telah menyadari waktumu yang telah sedikit pa? Sehingga engkau menyempatkan waktumu untuk menemui kami satu persatu. Memberi kami kenangan baru, untuk terakhir kalinya. Inikah ucapan salam perpisahan darimu? Andai aku menyadarinya Pa. Andai aku bisa membaca tanda alam dengan baik. Ingin aku rangkul engkau, ingin aku cium engkau, ingin aku bisikkan kata bahwa aku sangat menyayangimu Pa. Taukah engkau bahwa aku sangat menyayangimu Pa? Dan aku tidak bisa mengetahuinya karena engkau telah tiada.... aku menyesal Pa. Karena aku tidak sering mengatakan kepadamu bahwa aku sayang padamu.
Daddy’s lil girl. Itulah julukan Mama untukku. Karena semasa engkau hidup, engkau selalu memperlakukanku seperti putri. Engkau selalu berusaha menyenangkan hatiku, mendukung apapun pilihanku, memanjakanku, ikut senang dengan cita-cita dan impian yang ingin aku raih, perduli dengan apa-apa yang menjadi prioritasku saat itu.

Sampai aku sudah menikah dan memiliki anak pun, sikapmu tidak berubah Pa. Engkau selalu ada kapanpun aku membutuhkanmu. Engkau selalu berusaha ada bersamaku, disaat aku menjadi ibu. Yang pertama, dan kedua kalinya. Engkau selalu berusaha membantuku memecahkan masalah yang menghimpitku. Engkau selalu berusaha membantuku melihat hidup dengan bijak. Tak pernah sekalipun engkau marah padaku. Apalagi menilaiku buruk.

Dan aku? Apakah aku melakukan hal yang sama terhadapmu? Bahkan saat engkau merasa sakit di saat-saat terakhir hidupmu, engkau tidak menghubungiku Pa. Aku tidak ada untukmu Pa. Kenapa engkau tidak pernah bercerita apa-apa. Kenapa engkau tidak pernah berbagi kesedihan, kesusahan, atau apapun yang engkau rasakan bersamaku Pa? 

Pa.... Pernahkah engkau kecewa padaku, pernahkah engkau marah dan sedih karenaku? Apakah aku pernah membahagiakanmu? Semua pertanyaan demi pertanyaan bergulir dalam benakku. Dan penyesalan kembali datang karena aku tidak pernah bertanya kepadamu. Oh Paaaaa..... 

Dan sekarang, aku tidak akan pernah bisa melakukan ritual cium tangan yang diakhiri dengan cium pipi kiri-pipi kanan lagi. Aku tidak akan mendengar tawamu yang renyah lagi. Aku tidak akan bisa mengobrol dan bersenda gurau bersamamu lagi. Dan aku tidak akan pernah melihatmu lagi....

Tenanglah Papa disana. Aku akan kuat Pa. Aku akan menjalani hidup dengan lebih baik lagi. Aku akan membesarkan anak-anakku dengan penuh sayang, sama seperti apa yang sudah engkau lakukan kepadaku selama ini. Dan aku akan selalu ceritakan kepada mereka tentang dirimu, kirim doa untukmu, dan selalu menyayangimu sampai kapanpun.

Terimakasih Pa. Atas semua cinta kasih tulus yang engkau berikan kepadaku dan cucu-cucumu. Terimakasih atas semua kenangan indah yang engkau tinggalkan untuk kami. Semoga Allah memberikan tempat yang baik untukmu disisi-Nya.