Sunday, May 27, 2007

PiaRaaN-ku...

Kayaknya saya memang pecinta binatang deh...!!
Buktinya, dari kecil saya sudah punya beragam binatang piaraan. Mari kita urut satu persatu berdasarkan ingatanku. Maafkan saya piaraanku, kalau ada yang terlewat. Namanya juga manusia, banyak salah, alpa dan khilaf. Alah... apaan sih ?!!!
Berawal dari saat saya masih SD (kalau tidak salah ingat), hewan piaraan saya yang pertama adalah ayam negeri yang bulunya berwarna kuning. Banyak dijual abang-abang. Saya gerusin beras dan ngasih makan, saya elus-elus kepalanya sampai tertidur. Bahkan ketika sudah mulai besar, saya carikan ulat kecil dari pohon rambat yang dijadikan pagar di depan rumah nenek. Lucunya, suatu hari ketika kakak saya diam-diam ngadu ayam kesayangan saya dengan ayam milik tetangga saya nangis!! Saya bahkan mengadukan hal itu pada mama supaya mas Doni (kakak saya) jera. Tapi akhirnya, ayam itu mati juga. Entah karena apa, saya lupa.
Lalu berlanjut ketika kami sekeluarga pindah dari rumah nenek dan mengontrak di daerah gading raya (ini bukan daerah elit kelapa gading tapi merupakan nama jalan di daerah dekat cipinang). Saya melihat anak kucing lucu yang dibuang di jalan. Warnanya kuning putih, buntutnya panjang. Saya tau tidak boleh piara kucing tapi diam-diam di depan rumah, saya bikinkan rumah kecil dari kardus dan membuatkan susu buat kucing tersebut. Pada akhirnya mama mengalah dan saya pun punya binatang piaraan lagi. Saya beri nama pusi. Tapi suatu malam pusi dicari tidak ada, besoknya saya melihat pusi telah mati kaku. Entah karena apa.
Tak berapa lama, saya punya kucing jantan bernama manis yang saya piara dari masih anak-anak juga. Bulunya hitam putih dengan buntut bundel a.k.a pendek. Kedua matanya hitam, hidung, mulut dan kupingnya juga hitam. Di punggungnya juga berwarna hitam totol besar dengan buntut dan ujung-ujung kaki yang berwarna hitam, selebihnya berwarna putih. Perpaduan warna yang kontras. Bagus deh pokoknya!! Manis suka makan tempe tapi favoritnya ikan cuek. Kalo tidur suka bareng sama saya, tapi begitu sudah mulai remaja, mama membiasakan dia tidur di luar. Lucunya, setiap subuh dia mengeong di pintu belakang dekat jendela kamar saya minta dikasih masuk. Kalau sudah di dalam, pasti cari posisi nyaman di kasur. Jadilah seprai penuh bercak kotor jejak kaki dia. Setiap minggu selalu dimandikan pakai shampoo emeron. Gaya banget deh. Papa pegang kaki-kaki dia. Saya yang shampoin dia. Tentu saja dia mengeong dan minta dilepas. Tapi kami selalu berhasil memandikan dia dan melepaskan di atas genteng supaya lebih cepat kering. Sesudahnya, manis cakep banget deh. Bulunya putih bersih. Dan yang paling penting ga kutuan. Tapi manis lama-lama jadi bandel. Karena lagi puber, dia suka berebut cewek sama kucing tetangga yang udah bangkotan namanya item. Kalo berantem bikin heboh semua, namanya juga manis masih ABG, udah sok mau ngelawan yang lebih tua. Biasanya manis kalah, tapi kalo saya datang melerai dia suka pasang sok aksi menggeram tanda berani. Manis juga jadi pencuri di rumahnya pemilik item, padahal di rumah ga pernah kurang dikasih makan. Mungkin.. ini mungkin sih, dia pengen bikin kesel item. Akhirnya dengan berat hati, kami sekeluarga memutuskan membuang manis di pasar. Sedih pisah sama manis. Tapi mau gimana lagi....
Lalu, piaraanku berubah jadi burung. Langsung ada 3 burung. Burung pentet, kacer dan cerucuk. Namanya wewet, bawel dan cucuk. Tapi yang paling favorit adalah burung pentet yang bernama wewet. Awalnya karena burung liar, dia galak banget. Mana paruhnya tajam banget. Untuk menjinakkan dia, saya pakai sarung tangan wol punya papa dan menangkap dia dari kandang lalu mengelus kepalanya. Lama-lama dia jadi tau kalau saya tidak bermaksud jahat. Makanan favoritnya adalah jangkrik. Dia tuh pintar, biasanya sekali dikasih jangkrik 4-5 jangkrik. Tapi setengahnya (tentu saja jangkriknya sudah dibuat mati sama wewet) disimpan disela-sela tempat makan dan minum. Dan biasanya dimakan ketika dia kepengen. Dia pintar meniru suara yang sering didengar. Bahkan dia bisa meniru suara bebek!! Kalau ada saya, suka bersuara merdu. Kalau kelamaan dikasih jangkrik suaranya dibikin jelek tanda dia marah. Paling berisik kalau kandangnya lagi dibersihkan. Dan... setiap pulang sekolah, dialah tempat saya curhat!! Ups, kebuka deh... hehehe... saya memang rada aneh. Masa burung diajak ngobrol, tapi sungguh deh. Rasanya dari matanya yang jernih dia memang mengerti yang saya ceritakan. Soal bulunya, bagus deh. Perpaduan putih coklat dan hitam. Tapi suatu hari bulu-bulunya rontok, saya panik. Saya obati dengan salep, tapi ga sembuh juga. Sampai suatu subuh, wewet berisik banget ga bisa diam. Saya turunkan dari gantungan lalu saya temani dia. Wewet langsung diam loh!! Paginya saya berangkat sekolah. And you know what, ketika saya pulang mama bilang wewet sudah meninggal, eh mati. Jadi ternyata, subuh itu dia pengen pamitan.. sedih banget deh kalo inget itu. Lalu tinggalah bawel dan cucuk. Mereka cukup lama hidup. Tapi suatu hari bawel mati ga tau kenapa. Jadi tinggalah cucuk, burung yang anteng. Setiap dilepas dari kandang pasti menclok di jendela... hehehe.. itu mah lagu. Enggak deng, mencloknya di pundak saya. selalu. Bahkan suatu hari dia lepas ke luar rumah, cucuk ga hilang tapi menclok di pohon depan rumah. Akhirnya dia balik lagi ke kandang. Tapi karena sudah tua, 5 tahunan kalau ga salah, akhirnya mati juga dan dikubur di halaman rumah nenek. (ket: cucuk ikut sama saya mudik ke rumah nenek, dibawanya pake becak!!).
Ada pengalaman lucu dengan para burung ini. Suatu malam ada semprotan demam berdarah. Saya takut mereka tidak bisa bernafas dalam asap putih tebal itu, jadi saya menemani mereka di dalam rumah dan menutupi kandang mereka dengan kain. Tapi tidak lama papa saya mengetok jendela dan menyuruh saya keluar karena katanya burung-burung itu bisa bertahan dalam asap tapi saya tidak boleh berada di tengah asap itu.. Oya, sewaktu wewet mati, sembari miara bawel dan cucuk, saya beli lagi ayam negeri 6 ekor. Tapi karena kucing tetangga, mereka mati satu persatu sewaktu kucing-kucing mencoba memakan mereka. Akhirnya mereka dikubur di depan kontrakanku. Bahkan kuburannya dikasih bunga sama temen-temenku yang kebetulan ada di rumah sewaktu mereka mati.
Dari semua, yang paling berkesan adalah wewet. Saya sampai nangis sewaktu dia dipanggil oleh yang maha kuasa. Tapi saya yakin dia sekarang bahagia... Pengen suatu saat bisa miara burung jenis pentet untuk menggantikan wewet. Tapi mungkin kalau flu burung sudah berhasil dimusnahkan sepenuhnya dari negeri Indonesia tercinta ini. Untuk semua binatang piaraanku, saya sayang banget sama kalian... Terimakasih karena telah memberikan kenangan manis dalam hidup saya. Semuanya tidak pernah saya lupakan, selalu akan menjadi salah satu kenangan yang terindah dalam hidup saya ini...

Friday, May 25, 2007

KaTa-KaTa (tidak sama dengan) TiNdaKan

Seringkali, apa yang kita nasihatkan kepada orang lain sulit untuk diterapkan pada diri sendiri. Ketika mengeluarkan kata-kata bijak untuk menasehati, memberi masukan, menggurui atau asal sekedar ucap (apapun maksudnya) kita dengan fasihnya mengucap kata-kata yang terkesan berbunga-bunga dan penuh kata-kata bijak. Biasanya pula, balasan dari si penerima tidak jauh dari anggukan kepala disertai ucapan "Ya.. Ya..". Kemudian ada tindakan hasil dari kata-kata yang kita ucapkan. Seandainya sesuai dengan nasehat atau masukan kita, kita mengangguk setuju tanda puas. Dan ketika tidak sesuai, maka kita protes walau sebenarnya tidak ada hak kita berlaku demikian.
Tapi, ketika kita dihadapkan pada permasalahan yang serupa, tidak satu dua kali kita kelimpungan dan bingung apa yang seharusnya kita lakukan dalam mengatasi permasalahan yang ada. Padahal, sebelumnya, kita bisa berkoar-koar menasehati orang sampai mulut berbusa. Kalau perlu dengan menggunakan kutipan dan nama-nama terkenal supaya terkesan sarat makna.
Kata-kata yang diucapkan tempo hari menguap. Tidak berbekas. Padahal yang kita nasehatkan sama, seharusnya tindakan yang diambil juga bisa sama dengan nasehat yang terucap. Tapi, beberapa kali, ketika dihadapkan dengan masalah serupa tetap saja pusing tujuh keliling. Tetap saja bingung mesti ngapain. Tetap saja minta pertimbangan yang lain..
Manusia memang aneh. Kompleks. Penuh teka teki...
Kadang, pandai menasehati. Ketika dihadapkan pada permasalahan yang sama, cuma bisa gigit jari...