Monday, October 30, 2006

Puasa di kala kecil...

Photobucket - Video and Image Hosting
Ketika saya kecil, kami (mas doni & saya-red) diwajibkan mama berpuasa sebulan penuh, walau kadang tanpa sepengetahuannya saya berbuka puasa dengan cara mengendap-endap mengambil air es di kulkas.
Biasanya, sehabis sholat shubuh saya sudah dijemput tetangga sebaya untuk main. Kadang kami keliling sambil boncengan bertiga naik sepeda, kadang kami main bulu tangkis di jalan depan rumah. Seringnya, kami keliling luar rumah sakit persahabatan. Rata-rata di daerah sekitar rumah saya memang pergi ke sana, jumlah orang di sana mencapai ratusan. Sebelum petasan dilarang, di perempatan persahabatan selalu terjadi perang petasan entah mana lawan mana. Suaranya terdengar sampai ke rumah saya. Saya dan teman-teman berada di pihak netral. Kami berada di sana hanya karena ingin merasakan keramaian suasananya. Kami sendiri tidak pernah membeli petasan berbahaya. Paling-paling hanya petasan banting, jangwe, kentut atau curut. Kami membeli untuk membela diri dari serangan kelompok anak-anak yang mangkal sepanjang jalan menuju persahabatan, yang sering iseng melempari orang yang jalan dengan petasan.
Pernah suatu kali saya merasakan rasanya dikejar-kejar polisi. Waktu itu (saya lupa waktu pastinya), petasan sudah mulai dilarang. Tapi kami masih pergi juga ke perempatan persahabatan. Keadaan masih ramai namun orang sudah mulai sembunyi-sembunyi membawa petasan. Tiba-tiba, ditengah perang petasan orang-orang lari berhamburan dan teriak "polisi...polisi!!!". Kami yang kebetulan membawa petasan ikut panik dan berlari. Tidak lupa saya membuang petasan di celana karena takut ditangkap dan digelandang. Sepuluh menit kemudian, semua berhenti berlari. Tidak ada polisi yang mengejar. Mungkin polisinya sendiri bingung harus mengejar yang mana.
Setelah dari persahabatan, kami biasanya main bekel atau monopoli di rumah susi. Kami main sampai pukul sembilan pagi. Setelah itu kadang kami main karet, sesudahnya pasti cape dan haus. Kadang, kalau tidak kuat iman kami berbuka puasa dengan cara mengendap-endap mengambil air es di kulkas. Setelahnya memang ada rasa menyesal tapi nasi sudah menjadi bubur..
Jam sebelas pagi saya tidur sampai jam dua siang. Bangun untuk sholat lalu nonton tv. Jam empat saya mandi, sholat ashar lalu main bulu tangkis di depan apotik benwaras. Kami main sampai hampir bedug magrib. Ada makanan yang selalu ada tiap kali saya berbuka puasa. Somay kampung (somay yang komposisinya hampir tidak ada ikannya) dan kerupuk mie sambel ubi.
Malamnya, saya dijemput teman untuk sholat teraweh di dekat rumah. Kadang kami suka nakal, di dalam masjid berisik bercanda atau malah tidak menyelesaikan sholat dan memilih jajan di depan mushola.. Selesai sholat kami pulang dan biasanya saya langsung tertidur di kasur saya yang nyaman.
Saya rindu suasana puasa di kala kecil, dimana puasa merupakan rutinitas menyenangkan yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Kini? saya merasa puasa hanyalah kewajiban yang harus dijalankan sebagai umat muslim. Rasa menyenangkannya sudah menguap entah kemana.. saya rindu suasana puasa di kala kecil, saya rindu somay kampung dan kerupuk mie sambel ubi..

1 comment:

zaky muzakir said...

hahahaha...sama. gue juga kangen puasa waktu kecil, walopun gue gak pernah ngumpet bolongin puasa hahahaha. gue sih buka-bukaan di depan ortu buka puasa. alesannya sakit, padahal boong.

Sempet gue sebel sama orang yang main petasan, bangunin sahur yang rame-ramean, speaker mesjid yang bising, dll. maklum, di sekitar gue banyak yang non-muslim. gue kasian sama mereka.

tapi setelah kebiasaan itu hilang, gue kangen juga dengan suasana itu.

ah apa maunya sih gue ini?